Dialog Agama sebagai Sosial Perubahan

           Seringkali kita mendengar kerusuhan yang mengatasnamakan agama di planet ini. Bak seantero dunia ikut berguncang dari ujung barat sampai ujung timur, tetap saja kekerasan selalu ada. Kita sering melihat pandangan pencemoohan, perendahan suatu inti dari kepercayaan orang itu. Padahal hakikatnya kepercayaan itu merupakan hak bagi setiap orang untuk mengekspresikannya, baik lewat tata cara ibadah, maupun ekspresi keberagamannya. Fakta bahwa Indonesia merupakan negara pluralisme memberi suatu implikasi terhadap sikap sosial masyarakat Indonesia. Mari kita bersama-sama membahasnya di dalam artikel ini.
            Pancasila sila pertama merupakan kebenaran dari filsafat negara tersebut. Bukannya memuja ataupun mengagung-agungkan pancasila. Namun, memang sila pertama berbunyi suatu pernyataan "Ketuhanan Yang Maha Esa". Setidaknya angka satu merupakan suatu awal. Tidak ada yang menolaknya kan? Awal dari suatu identitas suatu negara, negara yang subur terletak diantara persimpangan dunia. Pada saat rapat BPUPKI memang Ketuhanan menjadi suatu isu yang penting. Hanya Muhammad Yamin yang menekankan poin Ketuhanan sebagai suatu pedoman bagi bernegara. Soekarno menempatkannya pada akhir. Lalu seriring perkembangannya, munculnya Piagam Jakarta. Seluruh agama minoritas (baca : sedikit lebih kecil dari mayoritas) boleh berbangga. Pasalnya, Muhammad Hatta bersama dengan Soekarno merubah Piagam Jakarta menjadi Pancasila yang dikenal sampai dengan saat ini.
            Asia, sebagai abad baru, abad dimulainya lepas-landas ekonomi bagi sebagian negara di Asia (baca : India, China, Indonesia ) merupakan pusat filsafat. Keberagaman arus kepercayaan berlangsung di Asia. Agama-agama taurat berasal dari Asia, dan dari sanalah dipencarkan Çahaya Kebenaran ' itu. Sebagai bagian dari suatu komunitas ASEAN Indonesia memiliki peranan penting di dalam mempromosikan suatu komunitas agama yang beragam. Suatu negara dengan tingkat pluralisme yang tinggi.
             Masalahnya, sekarang ini, banyak agama belum berani berdialog didalam konteks teologi, suatu refleksi iman terhadap suatu agamanya. Memang, secara umum Indonesia belum siap dalam suatu dialog teologi antar agama. Karena suatu teologi agama mis. A bisa menyerang suatu agama B. Dialog teologi bisa dimulai ketika suatu bangsa siap akan kerukunan dan stabilitas keragaman.
             Penulis percaya bahwa keberagaman merupakan suatu yang bisa terjadi. Digarisbawahi kata bisa, karena bisa berarti akan terjadi atau tidak akan terjadi, dan jika kita meng-amin-i  suatu perubahan paradigma. Bersiap untuk menarik garis kata Indonesia diparagraf ke 3.

No comments:

Post a Comment

Peta Pengunjung